Pentingnya kebutuhan ODHA dalam mendapatkan dukungan biopsikososial menjadi salah satu dasar berdirinya Yayasan Spiritia. Konsep biopsikososial sendiri merupakan metode interaksi antara biologi, psikologis dan faktor sosial dalam proses pengobatan untuk meningkatkan kesehatan menjadi lebih baik. Metode ini juga berkaitan dengan pemahaman tentang sebuah penyakit yang dihubungkan oleh faktor lingkungan dan tingkat stress pada penderita.
Yayasan yang dibentuk pada tahun 1995 ini turut mendukung upaya penguatan melalui pemberdayaan ODHA lewat lima pilar, diantaranya kepercayaan diri, pemberian informasi, dukungan akses layanan kesehatan, mendukung kepatuhan obat, dan pencegahan positif melalui perubahan pola perilaku.
Yayasan Spiritia dibentuk oleh Suzana Murni dan sejumlah rekan yang memiliki kepedulian pada ODHA sebagai kelompok dukungan sebaya. Yayasan ini bertujuan dalam menciptakan suasana aman dan nyaman bagi ODHA, serta memberikan informasi positif yang dibutuhkan teman-teman ODHA.
Selain melakukan program penjangkauan populasi kunci untuk waria, serta pengguna narkoba suntik, Yayasan Spiritia juga turut melakukan pendampingan bagi ODHA yang terinfeksi bakteri tuberkulosis (TBC). Yulianto, Supervisor Program Pendukungan ODHA menyatakan bahwa TBC merupakan salah satu infeksi opurtunistik kepada ODHA dan paling banyak menyebabkan kematian bagi ODHA, maka intervensi TBC-HIV sangat penting dilakukan khususnya bagi teman-teman pendukung sebaya di Indonesia.
Dalam pelaksanaanya dukungan yang diberikan meliputi pelatihan pendidik terkait informasi pengobatan TBC-HIV kepada teman-teman ODHA di Indonesia. Informasi ini penting agar nantinya mereka mampu memberikan dukungan dalam memberikan informasi dan mendukung kepatuhan pengobatan Obat Anti TBC (OAT) bagi psien yang mereka dampingi. Yayasan Spiritia dalam setiap implementasi program kerap menyertakan materi perihal TBC-HIV sebagai bagian dalam peningkatan pengetahuan bagi Petugas Pendukung Sebaya, serta membangun koordinasi dengan layanan kesehatan setempat terkait kolaborasi TBC-HIV.
“Saya bersama rekan-rekan di Yayasan Spiritia berharap ada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, serta komunitas untuk semakin peduli dalam upaya mengatasi TBC di Indonesia. Karena ini merupakan pekerjaan besar yang perlu dilakukan bersama-sama,” harap Yulianto terkait upaya eliminasi TBC di Indonesia kedepan.
Hingga saat ini Yayasan Spiritia telah memiliki 600 pendamping sebaya yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Mereka berada di bawah koordinasi mitra di Provinsi. Pendamping sebaya berperan penting sebagai rekan dalam memberikan dukungan bagi pasien TB/HIV. Peran ini menjadi sangat penting di tengah kondisi psikologis pasien TB/HIV yang hampir sebagian besar mengalami ketakutan dan stress karena harus hidup dengan penyakit tersebut. Ditambah beban sosial, dimana penyakit ini masih dianggap memiliki stigma negatif bagi penderitanya, sehingga tak jarang banyak dari penderita memilih menutup diri karena takut dikucilkan.
Teks: Melya Findi
Editor: Alva Juan
Foto: Yayasan Spiritia