Pengobatan Tuberkulosis (TBC) bukanlah perkara sederhana. Bahkan, jenis paduan obat TBC resistan di Indonesia membuat seorang pasien perlu meminum hingga 18 pil dalam sehari. Inilah yang perlu dihadapi oleh pasien-pasien yang didiagnosis dengan TBC resistan obat.

Terdapat beberapa jenis TBC resistan obat. Adapun dua jenis yang paling berbahaya ialah MDR-TB dan XDR-TB. MDR-TB (Multidrug Resistant TB) merupakan jenis TBC yang resistan terhadap minimal dua jenis obat TBC lini pertama yang paling ampuh (isoniazid dan rifampisin). Sementara itu, XDR-TB (Extensively Drug Resistant TB) ialah jenis TBC yang resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, ditambah satu jenis floroquinolon dan ? 1 obat lini kedua yang diinjeksi. XDR-TB ditemukan di 127 negara dengan perkiraan total kasus mencapai 39.000, di mana hanya 8.700 yang diobati.

Pada awal ditemukannya, XDR-TB merupakan vonis yang tidak memiliki harapan untuk sembuh. Berbagai jenis obat telah dicoba untuk dapat mengobati penyakit ini, tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Angka kematiannya pun mencapai 80%. Sebagian pasien meninggal karena kondisi penyakitnya, sementara sebagian lainnya karena obat yang dikonsumsi.

Kini, sebuah terobosan baru untuk pengobatan TBC resistan ini telah ditemukan melalui serangkaian penelitian, yatu Nix-TB. Seorang profesor dari Yale University, Dr. Gerald Friedland, sebagai salah satu penemu XDR-TB mengatakan bahwa penelitian Nix ini dapat menjadi suatu revolusi pengobatan TBC.

Nix-TB merupakan penelitian (trial) untuk menguji paduan obat XDR-TB, yang dikenal dengan sebutan BPaL, terdiri dari tiga jenis obat, yaitu bedaquiline (B), pretomanid (Pa), dan linezolid (L).

  1. Bedaquiline (B) merupakan obat yang telah mendapatkan persetujuan kondisional dari beberapa negara dengan angka kasus TB yang tinggi
    Pretomanid (Pa) ialah obat antibakteri baru yang masih dalam tahap penelitian
    Linezolid (L) yaitu oxazolidinone yang telah digunakan untuk mengobati TBC secara odd-label
  2. Nix-TB melibatkan 109 partisipan dari berbagai lokasi di Afrika Selatan. Partisipan dalam penelitian ini akan dinilai selama menjalani pengobatan selama 6-9 bulan. Setelah menyelesaikan pengobatan, partisipan akan dimonitor selama 2 tahun untuk memastikan tidak terjadi relaps (kambuh).
  3. Pada 14 Agustus 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US Food and Drug Administration) telah menyetujui penggunaan tablet BPaL ini untuk pengobatan TBC paru resistan obat tipe spesifik. Tidak hanya itu, pengobatan ini hanya membutuhkan konsumsi 5 pil per hari selama 6 bulan dengan angka keberhasilan pengobatan mencapai 90%.

Teks: Denisa Widyaputri
Editor: Yeremia PMR
Sumber Foto

Referensi: