Kita ketahui bersama, Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana alam maupun karena ulah manusia hingga kedaruratan kompleks. Semua hal tersebut jika terjadi akan menimbulkan krisis kesehatan antara lain timbulnya korban massal, konsentrasi massa/pengungsian, masalah pangan dan gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, terganggunya pengawasan vektor, penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, masalah Post Traumatic Stress, kelangkaan tenaga kesehatan dan diskoordinasi. Hal ini tentunya akan mengganggu jalannya pelayanan kesehatan terutama di lokasi pengungsian.

Pengungsi adalah seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu bencana atau musibah atau karena situasi politik di negara tertentu yang tidak mampu melindungi rakyatnya. Bencana ini dapat diakibatkan oleh alam berupa banjir, tanah longsor, tsunami, kebakaran, dan lain sebagainya. Dapat pula bencana non alam yang diakibatkan oleh ulah manusia secara langsung dan bencana sosial.

Beberapa situasi yang sering menimbulkan krisis kesehatan di lokasi pengungsian akibat bencana adalah masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, terganggunya pengawasan vektor, dan penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang sering ditemukan adalah penyakit Tuberkulosis.

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang menyerang sistem pernapasan, tepatnya di paru-paru. Penyebab penyakit TBC adalah adanya infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penularan TBC dapat terjadi ketika seseorang dengan sisten imun lemah menghirup udara yang telah terkontaminasi bakteri tersebut.

Selain karena penyakit atau kondisi kesehatan tertentu, seseorang juga berisiko terjangkit penyakit TBC karena sejumlah faktor, seperti kondisi lingkungan tempat tinggal, serta lingkungan tempat kerja. Penularan penyakit TBC juga mudah terjadi di fasilitas penampungan, seperti penjara, tempat penampungan anak jalanan, panti, serta pengungsian. Orang-orang yang berada di tempat-tempat tersebut jauh lebih mudah terinfeksi bakteri penyebab TBC.

Pengungsi sangat berisiko tinggi terkena TBC. Hal ini dikarenakan kondisi tempat tinggal yang padat sehingga memudahkan penularan infeksi TBC. Dilansir dari who.org, disebutkan bahwa TBC adalah penyebab morbiditas dan mortalitas tinggi di lingkungan pengungsi dan populasi pengungsi. Meski demikian perlu diperhatikan sejumlah aspek pengendalian TBC dilingkungan pengungsi, seperti melakukan penemuan pasien TBC secara aktif dan masif di lokasi pengungsian serta melakukan diagnosis berdasarkan keluhan, dan gejala terlebih pada kontak erat dengan pasien yang tinggal di wilayah padat seperti pengungsian. Bila telah terdiagnosa maka harus segera dilanjutkan dengan pengobataan sesuai standar.

 

Dilansir dari unhcr.org, berikut upaya pencegahan yang dapat dilakukan dalam penularan TBC di lingkungan pengungsian:

  1. Melakukan diagnosis dan pengobatan sebagai upaya mencegah penularan TBC pada lingkungan sekitar
  2. Vaksinasi BCG. Meski demikian ada kondisi dimana apabila kondisi anak sehat, maka vaksinasi BCG harus ditunda dan isoniazid harus diberikan kepada anak selama 6 bulan
  3. Memastikan adanya ventilasi yang memadai untuk sirkulasi udara
  4. Mengurangi kepadatan di klinik kesehatan, dan memastikan pasien yang dirawat di rumah sakit tetap terpisah selama dua minggu masa pertama pengobatan
  5. Memastikan pasien TBC berada di lokasi terpisah dengan orang dengan HIV positif
  6. Profilaksis isoniazid tidak direkomendasikan dalam situasi pengungsian, kecuali untuk anak-anak yang disusui oleh ibu dengan BTA positif
  7. Melakukan edukasi untuk meningkatkan kesadaran agar bersama-sama mencegah penularan TBC di lingkungan pengungsian

Kondisi lingkungan yang tidak bersih, faktor asupan gizi, dan kepadatan hunian menjadi faktor resiko penyebab penyebaran penyakit TBC di lokasi pengungsian mudah terjadi.

 

Sumber:

  1. Tuberculosis Control in Refugee Situations. Accesed in https://www.unhcr.org/3c47f5eb5.pdf
  2. 2007. Tuberculosis care and control in refugee and displaced populations. Accessed in https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/43661/9789241595421_eng.pdf?sequence=1&isAllowed=y
  3. Panduan bagi petugas kesehatan yang bekerja dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia.

 

Editor: Melya, Wera Damianus
Gambar: Amadeus Rembrandt