Berdasarkan Global TB Report 2020, pada tahun 2019, Indonesia mencatat 562.000 kasus TBC ternotifikasi, baik kasus baru dan kasus sembuh. Meski demikian, dari estimasi kasus 845.000, masih terdapat 283.000 yang tidak tercatat atau tidak terjangkau. Dari jumlah kasus tersebut, estimasi 24,000 kasus merupakan kasus pasien TBC Resistan Obat (TBC RO) dengan tingkat mulai pengobatan (enrolment rate) sebesar 48% (5.531 pasien). Angka ini di bawah target pengobatan, yaitu sebesar 90%. Pengobatan yang tidak standar terhadap pasien yang “diduga” TBC Resistan Obat atau TBC MDR yang dilakukan di layanan kesehatan semakin memperparah situasi resistansi kuman TBC.
Perlu diketahui berdasarkan Uji Kepekatan Obat (resistansi obat), ada jenis-jenis TBC Resistan Obat, yaitu:
- Mono Resistan
Mono Resistan adalah resistan terhadap salah satu OAT lini pertama, - Poli Resistan
Poliresistan adalah resistansi terhadap lebih dari satu OAT lini pertama selain INH dan Rifampisin secara bersamaan, - Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) atau TBC MDR
Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) atau TBC MDR adalah TBC Resistan Obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti TBC yang paling poten, yaitu INH dan Rifampisin secara bersama sama atau disertai resistan terhadap obat anti TBC lini pertama lainnya, seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid. - Extensively Drug Resistance Tuberculosis (XDR-TB) atau TBC XDR
Extensively Drug Resistance Tuberculosis atau TBC XDR adalah TBC MDR disertai dengan resistansi terhadap obat anti TBC lini kedua, yaitu golongan fluorokuinolon dan setidaknya satu obat anti TBC lini kedua suntikan seperti kanamisin, amikasin atau kapreomisin. - Rifampisin Resistan (RR-TB) atau TBC RR
Termasuk dalam kelompok TBC RR adalah semua bentuk TBC Poli, Mono Resistan, TBC MDR dan TBC XDR yang terbukti resistan terhadap rifampisin. - Di kutip dari laman tbindonesia.or.id, TBC Resistan Obat adalah TBC yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosisyang telah mengalami kekebalan terhadap OAT.
Jenis-jenis TBC kebal obat tersebut terjadi berawal dari kegagalan pengobatan terhadap TBC Sensitif Obat antara lain putus berobat, menelan obat tidak teratur, pengobatan tidak sesuai standar atau mereka yang sakit TBC berulang/kambuh. Faktor utama penyebab terjadinya resistansi kuman TBC terhadap OAT adalah karena ketidak patuhan pasien untuk menjalani pengobatan, serta tidak terstandarnya layanan oleh penyedia layanan, maupun program/sistem layanan kesehatan yang berakibat terhadap tatalaksana pengobatan pasien TBC.
Kelima jenis TBC kebal obat ini memiliki cara penularan yang sama seperti penularan kuman TBC yang tidak resistan obat (TBC Sensitif Obat). Orang yang tertular kuman TBC Resistan obat, dapat berkembang menjadi sakit TBC dan akan mengalami sakit TBC Resistan obat, dikarenakan yang ada di dalam tubuh pasien tersebut adalah kuman TBC Resistan obat, Resistansi ini dapat terjadi karena beberapa alasan, salah satunya adalah pemberian obat yang tidak tepat, baik paduan, dosis, lama pengobatan dan kualitas obat,atau pasien tidak menyelesaikan pengobatan yang diberikan.
Berikut sejumlah fakta yang perlu diketahui mengenai TBC Resistan obat:
- TBC Resistan obat dapat menginfeksi siapa saja, terutama pada mereka yang tidak menelan obat TBC secara teratur atau seperti yang disarankan oleh petugas kesehatan, mereka yang sakit TBC berulang serta mempunyai riwayat mendapatkan pengobatan TBC sebelumnya, berasal dari wilayah yang mempunyai beban TBC Resistan obat yang tinggi, serta kontak erat dengan seseorang yang sakit TBC Resistan Obat seperti TBC MDR, atau TBC XDR
- Diagnosis TB Resistan obat: Monoresistan, Ploiresistan TBC MDR, TBC XDR dan TB RR dilakukan dengan menggunakan tes cepat dengan metode PCR (Xpert MTB/RIF), pemeriksaan biakan serta uji kepekaan kuman terhadap obat TBC (Drugs Sensitivity Test/DST)
- Pengobatan TBCResistan lebih sulit jika dibandingkan dengan pengobatan TBC Sensitif Obat. Angka keberhasilan pengobatan tergantung kepada seberapa cepat kasus TBC Resistan Obat ini teridentifikasi dan ketersediaan pengobatan yang efektif. TBC RO dan TBC MDR dapat disembuhkan melalui masa pengobatan sekitar 18-24 bulan.
- Sementara pengobatan TBC XDR lebih sulit lagi karena kuman TBC telah kebal terhadap OAT lini pertama maupun lini kedua sehingga pilihan paduan OAT TBC XDR sangat terbatas. Meskipun demikian di beberapa negara yang banyak ditemukan pasien TBC XDR melaporkan keberhasilan pengobatan sebesar 50-60 % tergantung dari seberapa berat penyakitnya, status imunitas pasien serta berapa banyak OAT lini pertama dan kedua yang sudah tidak dapat lagi digunakan karena kuman TBC telah kebal.
Meski demikian jenis-jenis TBC Resistan Obat ini dapat dicegah. Kunci pencegahannya adalah dengan mendiagnosis secara dini setiap terduga TBC Resistan Obat dan dilanjutkan dengan pengobatan dengan OAT lini kedua sesuai standar. Sementara itu, pengobatannya harus dipantau kepatuhan dan ketuntasannya, serta harus dilaporkan ke dalam sistem surveilans. Pengobatan TBC dengan tatalaksana yang tidak standar baik dalam hal paduan, lama dan cara pemberian pengobatan dapat menjadi faktor meningkatnya jumlah kasus TBC Resistan Obat. Penggunaan obat anti TBC lini kedua secara sembarangan dapat memicu munculnya TBC XDR.
Untuk mencegah penularan kuman TBC Resistan Obat, pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat harus dilakukan di setiap fasyankes yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien TBC Resistan obat, termasuk juga menjaga lingkungan tempat tinggal pasien sehat, dengan ventilasi yang memadai.
Sumber:
https://tbindonesia.or.id/informasi/teknis/tb-mdr/
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kemenkes RI, 2011
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran – Tatalaksana Tuberkulosis, 2019
Editor: Melya, Wera Damianus
Gambar: Amadeus Rembrandt