Pasien TBC yang telah selesai menjalani pengobatan tetap memerlukan perawatan komprehensif untuk meningkatkan kualitas hidup dari sisi sosial dan ekonomi. Pasalnya tak jarang pasien TBC yang menjalani pengobatan harus kehilangan pekerjaan dan tidak sedikit pula yang kemudian dijauhi. Persoalan sosial, ekonomi dan medis merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak pasien TBC setelah sembuh. Di lansir dari artikel the Lancet yang berjudul Tuberculosis care does not end at treatment completion— a perspective from tuberculosis survivors, disebutkan bahwa tuberkulosis berdampak negatif pada kualitas hidup penyintas tuberkulosis dibanding mereka yang tidak.
Dalam praktiknya, perawatan bagi pasien TBC berakhir seusai pasien menyelesaikan pengobatan dan dinyatakan sembuh dari TBC. Padahal perlu adanya konsultasi lanjutan untuk proses evaluasi kesehatan mental atau bahkan kerusakan paru-paru. Dalam artikel ini disebutkan bahwa 246 (61%) dari 405 pasien tuberkulosis memiliki persoalan terkait pernafasan seusai menjalani pengobatan dan 113 (31%). Selain itu persoalan perihal kesehatan mental juga berdampak negatif bagi penyintas TBC. Kondisi ini yang mendorong perlunya perawatan holistik untuk mendukung pasien paska sembuh dari tuberkulosis.
Dalam artikel ini, ada sejumlah rekomendasi yang perlu dilakukan guna menangani persoalan morbiditas pernapasan, mencegah tuberkulosis berulang, dan mengurangi stigma. Rekomendasi ini didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada penyintas TBC dari 190 negara sejak 1980. Dalam penelitian ini turut ditekankan bahwa anak-anak merupakan populasi yang berisiko mengalami penyakit tuberkulosis berkepanjangan atau gangguan fungsi paru seumur hidup. Oleh sebab itu perlu untuk meningkatkan pencegahan dan diagnosis dini tuberkulosis pada anak-anak. Berikut rekomendasi yang perlu dilakukan:
- Melakukan evaluasi morbiditas paska pasien sembuh dari tuberkulosis
- Memberikan perawatan klinis, dukungan psikologis, perlindungan sosial
- Memastikan adanya dukungan ekonomi
Pandemi COVID-19 membuat layanan untuk TBC terkendala, baik dalam hal diagnosis maupun akses layanan. Upaya penanggulangan tuberkulosis di tengah pandemi COVID-19 harus bertujuan untuk memulihkan dan mempercepat diagnosis, pengobatan, dan pencegahan tuberkulosis melalui sistem jaminan sosial yang terintegrasi, serta berfokus pada pasien sebagai subyek yang memiliki hak perawatan kesehatan untuk bebas dari stigma dan diskriminasi. Hal ini dilakukan untuk melakukan upaya tindak lanjut dari perspektif orang dengan tuberkulosis, sehingga peran komunitas dan pendamping pasien sangat penting dalam upaya ini.
Artikel ini menyebutkan sejumlah rekomendasi dari sisi penyintas bahwa dukungan bagi pasien yang telah menyelesaikan pengobatan perlu pendapat dukungan hingga 2 tahun setelah pengobatan, dengan evaluasi tindak lanjut setiap 6 bulan. Dan hal ini juga mencakup perihal penilaian kesehatan mental. Upaya-upaya ini, tentunya sangat dibutuhkan bagi penyintas tuberkulosis dalam mendukung proses pemulihan mereka sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penyintas tuberkulosis kedepannya.
Sumber:
The Lancet. 2021. Tuberculosis care does not end at treatment completion— a perspective from tuberculosis survivors. Published online February 25, 2021 https://doi.org/10.1016/S1473-3099(20)30941-5
Editor: Melya, Rerin Alfredo
Gambar: Amadeus Rembrandt