Infeksi tuberkulosis (TBC) tidak hanya menyerang organ paru, tetapi juga menyerang organ lain termasuk payudara. TBC ini disebut dengan tuberkulosis mastitis. Kondisi ini ditandai dengan payudara yang membengkak, muncul benjolan yang berbentuk bulat, konsistensinya kenyal, mudah digerakkan, dan jarang membesar. Di sisi lain, benjolan ini juga dapat mengalami infeksi sekunder oleh bakteri sehingga rentan pecah dan mengeluarkan nanah.

Tuberkulosis payudara (mastitis TB) merupakan jenis tuberkulosis ekstra paru yang jarang terjadi ditandai secara patologis dengan keterlibatan mamma lobules (kelenjar susu) secara ekstensif, yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mastitis atau radang pada payudara secara umum adalah masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh mastitis kerap membuat ibu jadi enggan untuk menyusui.

TBC mastitis biasanya jarang terjadi meski di negara dengan endemis TBC, seperti Indonesia dan biasanya dialami oleh wanita berusia produktif. Faktor resiko untuk terjadinya penyakit ini adalah laktasi, multiparitas, trauma, riwayat mastitis supuratif sebelumnya, dan AIDS. TBC mastitis dapat terjadi secara primer maupun sekunder, dimana TBC mastitis sekunder dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara limfatik, secara langsung, atau secara hematogen.

Bagaimana gejala TBC Mastitis?

Berikut adalah sejumlah gejala TBC mastitis, yaitu:

  1. Adanya benjolan atau pembengkakan pada payudara, terasa nyeri atau tidak nyaman, ulserasi atau sinus yang tidak kunjung sembuh, ada cairan yang keluar dari puting susu atau dari benjolan, dan batuk yang terus menerus. Pada beberapa kasus gejala yang dialami berupa benjolan keras yang tidak nyeri yang sulit dibedakan dengan tumor.
  2. Sekitar 75% pasien mengeluhkan adanya massa (benjolan) di payudara yang tidak terasa nyeri dalam waktu 1-4 bulan
  3. Gejala lainnya adalah berat badan yang menurun drastis, demam, produksi keringat berlebihan, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan/atau ketiak, lemas, mudah lelah, dan sebagainya.

TBC Mastitis rentan terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang kurang baik, seperti penderita malnutrisi, orang dengan HIV/AIDS, pengguna obat steroid jangka panjang, atau penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi.

Bagaimana pengobatan TBC Mastitis?

Penanganan TBC mastitis bisa dilakukan dengan beberapa modalitas terapi, di antaranya dengan pemberian OAT dibarengi dengan perawatan luka bekas benjolan yang pecah, hingga operasi pengangkatan benjolan bila perlu. Dengan penanganan yang adekuat, tentu TBC mastitis dapat disembuhkan. Penegakan diagnosis TBC mastitis primer dilakukan secara klinis, radiologis, patologi dan mikrobiologi. Terapi TBC mastitis dengan OAT selama 6 bulan, terdiri dari fase intensif dan fase lanjutan

Untuk mendukung proses pengobatan, pasien TBC mastitis dapat mencukupi kebutuhan gizinya, dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi kalori dan protein. Serta menjaga daya tahan tubuh dengan rutin berolahraga, tidur cukup, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang.

  

Sumber:

  1. Gupta P.P., Gupta K.B., Yadav R.K., and Agarvval D. Tuberculous Mastitis: A Review of Seven Consecutive Cases. Indian Journal of Tuberculosis. 2003;50:47- 50.
  2. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan

 

Editor: Melya, Wera Damianus
Gambar: Amadeus Rembrandt