Orang yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis akan mengalami gangguan pada sistem kekebalan tubuh. Apabila gangguan ini bertambah berat maka akan menyebabkan penurunan status gizi yang ditandai dengan berkurangnya asupan makanan. Status gizi yang rendah dan ketidakmampuan meningkatkan berat badan selama terapi dapat berdampak pada resiko kematian, terjadinya TBC kambuhan, respon terapi yang tidak adekuat, beratnya penyakit TBC atau adanya penyakit penyerta.

Sesuai Pedoman Pengendalian TBC, terapi pengobatan TBC sendiri terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif, penderita mendapatkan terapi setiap hari selama 2 bulan. Jika pengobatan teratur dilakukan biasanya penderita tidak akan menularkan setelah kurun waktu 2 minggu pengobatan dan akan mengalami perubahan konversi hasil pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) dari positif menjadi negatif setelah 2 bulan terapi. Oleh karena itu, pemantauan obat dan gizi saat intensif penting dilakukan. Sampai saat ini penanganan TBC di puskesmas selain mendapat terapi obat anti tuberkulosis (OAT) juga dilakukan pemantauan status gizinya.

Melihat pentingnya status gizi pada pasien TBC, terlebih TBC Resistan Obat (TBC RO), organisasi pasien PETA (Pejuang Tangguh) bekerja sama dengan Foodcycle Indonesia mendukung pemenuhan status gizi bagi pasien TBC RO. Terlebih selama pandemi COVID-19, tidak sedikit pasien TBC RO yang menjadi dampingan PETA kehilangan pekerjaan. Tentunya kondisi ini berdampak pada kemampuan mereka untuk memenuhi asupan gizi selama menjalani pengobatan.

“Karena apabila pasien TBC RO dan dia juga pekerja, kemudian terdampak kehilangan pekerjaan, pasti prioritas untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan berbeda. Jadi aspek gizi biasanya akan menjadi prioritas kesekian karena yang penting bisa makan,” ujar Paran, pendamping pasien TBC RO.

Berangkat dari pentingnya pemenuhan status gizi bagi pasien TBC RO terutama mereka yang membutuhkan, PETA mengajak Foodcycle Indonesia untuk bekerjasama dalam mengatasi persoalan ini. Paran mengatakan bahwa upaya ini penting mengingat disituasi saat ini, menjaga sistem kekebalan tubuh penting mengingat adanya musuh baru yang perlu dilawan, yaitu COVID-19.

Paran menilai kerjasama ini membuktikan bahwa semua pihak, terlebih mereka yang berada di luar komunitas TBC dapat berpartisipasi dalam upaya mendukung eliminasi TBC. Foodcyle Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang fokus pada distribusi makanan guna mengurangi limbah makanan.

Nota kesepahaman antara keduanya mulai disepakati sejak 6 Agustus 2020 lalu, dan berlaku hingga satu tahun kedepan. Sehingga selama satu tahun kedepan PETA akan mendapatkan dukungan supply makanan dari Foodcycle Indonesia yang dapat membantu para pasien TBC RO memenuhi asupan gizinya. 

“Biasa kami akan membuat pemetaan sehingga siapa yang mendapatkan bantuan ini benar-benar mereka yang sangat membutuhkan, kami biasa akan berkoordinasi dengan manajer kasus atau pendamping untuk memetakan kondisi sosial ekonomi pasien dampingan,” terang Paran.

Adapun sejumlah makanan yang pernah didistribusikan adalah 490 pisang, 150 paket sembako, serta 300 snack dan susu kemasan. Hingga saat ini jumlah pasien yang terdaftar dalam dampingan PETA adalah sekitar 300 pasien. Meski demikian ada skala prioritas bagi pasien TBC RO yang menapatkan dukungan supply makanan tersebut.

“Saya sangat bersyukur ternyata masih ada pihak yang peduli untuk mendukung kesembuhan kami para pasien TBC,” ujar salah satu dampingan PETA wilayah Bekasi yang selama pandemi ini juga terdampak dari segi penghasilan karena suaminya harus kehilangan pekerjaan.

Food Cycle Indonesia sendiri merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk memutus rantai kelaparan masyarakat yang membutuhkan. Upaya ini dilakukan dengan mendistribusikan kelebihan makanan dari sejumlah sumber yang memiliki kelebihan stok makanan, bisa dari supermarket, pesta pernikahan, dan lainnya untuk menghindari adanya sampah makanan.

“Harapan kami tentunya bisa lebih banyak mendapatkan donasi makanan yang berkualitas , sehingga melalui Food Cycle kita memberikan dukungan asupan gizi dan nutrisi bagi teman-teman pasien TBC, terutama untuk mendukung proses pemulihan dan kesembuhan,”ujar Herman Andryanto, Co-Founder Food Cyle Indonesia. 

Bertepatan dengan hari pangan sedunia ini, menjadi momen agar semua pihak memiliki kepedulian akan pentingnya pemenuhan gizi yang seimbang. Hal ini sebagai salah satu kunci penting dalam menciptakan daya tahan kuat agar bebas dari penyakit, terlebih bagi pasien TBC yang sedang menjalani masa pengobatan.

 

Sumber:

Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, 2011.

Narasumber: Paran Sarimita (Pendamping Pasien TBC RO, PETA) dan Herman Andryanto (Co-Founder Food Cyle Indonesia)

  

Teks: Melya Findi
Editor: Erman Varella
Gambar: Amadeus Rembrandt
Dokumentasi: Kegiatan PETA