Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TBC paru membutuhkan pengobatan jangka panjang, dan untuk mencapai kesembuhan, memerlukan pendampingan dari keluarga dan masyarakat sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk mendukung keteraturan pengobatan bagi pasien. Menurut data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, Provinsi Sulawesi Selatan berada pada peringkat ketujuh dengan jumlah kasus TBC sebanyak 13.029 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa kasus TBC di Provinsi Sulawesi Selatan cukup tinggi.

Di Sulawesi Selatan, ada Perhimpunan Kareba Baji, sebuah organisasi independen untuk pendampingan pasien TBC Resistan Obat wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Kareba Baji merupakan kependekan dari Kami Rela Berjuang Bagi Jiwa. Kareba Baji turut mendukung penyelenggaraan program penanggulangan TBC Nasional dan program Eliminasi TBC 2030 di Sulawesi Selatan. Organisasi ini dibentuk oleh kelompok penyintas TB RO yang didirikan pada tanggal 4 April 2014 di Makassar.

“Karena adanya rasa kepedulian yang tinggi terhadap persoalan TBC di Makassar, hal ini kemudian melatarbelakangi didirikan organisasi ini,” ujar Chandra, Ketua Kareba Baji.

Di sisi lain, persoalan pasien mangkir dan putus pengobatan juga menjadi latar belakang didirikannya Kareba Baji. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya sebuah organisasi yang membantu dalam memberikan dukungan dan motivasi pengobatan bagi pasien TBC RO, mengingat durasi pengobatan yang relatif panjang serta efek samping pengobatan yang berat.

Penyakit Tuberkulosis membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencapai kesembuhan. Tipe pengobatan jangka panjang menyebabkan pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Perilaku yang tidak patuh dalam pengobatan TBC membuat bakteri TBC menjadi resisten pada terhadap obat yang tersedia saat ini. Pasien tidak patuh dalam pengobatan adalah salah satu penyebab tingginya angka kejadian penyakit TBC resistan obat. Kondisi inilah yang kemudian membuat proses pendampingan pengobatan menjadi upaya penting dalam penanggulangan TBC RO. 

Kurangnya kesadaran pentingnya berobat TBC secara teratur sampai dinyatakan sembuh dari pasien, menjadi kendala atau hambatan dalam pendampingan. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang TBC, khususnya masyarakat pelosok/pedesaan karena sulitnya mendapatkan akses informasi.

Sama halnya dengan organisasi pendamping pasien lainnya, aktivitas yang dilakukan oleh Kareba Baji juga meliputi sejumlah pendampingan, baik pendampingan pasien, kunjungan rumah sakit, dan kunjungan rumah. Meski demikian, untuk meningkatkan edukasi dan kapasitas anggota, rutin dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas serta pertemuan rutin untuk koordinasi.

“Kami juga turut menggelar sejumlah kegiatan sosial seperti berbagi makanan untuk membantu dalam pemenuhan gizi, baik untuk pasien juga untuk masyarakat yang membutuhkan,” ujar Chandra.

Sesuai dengan namanya, organisasi ini memiliki visi untuk mendukung upaya penyelesaian pengobatan bagi pasien TBC RO. Setiap jiwa berharga, dan setiap jiwa memiliki hak untuk sembuh sepenuhnya.

"Harapan kami agar kedepannya semakin banyak orang yang peduli dengan pasien TBC terutama saat mereka menjalani pengobatan dan paska pengobatan, karena efek paska pengobatan yang ditimbulkan juga dapat berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi seperti susah mendapatkan pekerjaan ketika selesai pengobatan," harap Chandra.

 

Teks: Melya
Editor: Erman Varella
Foto: Dok. Kareba Baji