Epidemi HIV/AIDS menjadi salah satu permasalahan kasus tuberkulosis (TBC) di seluruh dunia. Orang yang terinfeksi HIV berakibat pada peningkatkan risiko kejadian TBC secara signifikan. Pada 2017, sekitar 300.000 orang meninggal karena TBC adalah orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Hal ini yang menyebabkan TBC adalah penyebab kematian utama pada orang dengan HIV/AIDS. Kondisi ini tentunya menjadi tantangan dalam pengendalian TBC yang merupakan infeksi oportunistik pada ODHA.
Melihat persoalan ini, tentu layanan kesehatan memiliki peran yang penting terutama bagi petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah melaksanakan kegiatan kolaborasi TBC-HIV. Dalam buku petunjuk pelayanan TBC-HIV yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, disebutkan bahwa pasien TBC perlu menanyakan riwayat tes HIV serta melakukan tes HIV untuk mengetahui status HIV-nya pada layanan kesehatan. Apabila diketahui positif, maka akan dianjurkan untuk melakukan pengobatan ARV yang diberikan dalam kurun waktu 2-8 minggu setelah pemberian OAT (Obat Anti TBC).
Bagi ODHA yang yang telah melakukan pengobatan ARV, perlu dikaji pula status TBC pada setiap kunjungan. Apabila dalam pengkajian ditemukan tanda dan gejala TBC, maka perlu melakukan pemeriksaan TBC dengan alat Tes Cepat Molekular (TCM). Namun jika hasilnya negatif, maka dapat diberikan obat pencegahan yaitu pengobatan pencegahan dengan Isoniazid (PP INH). Menurut penelitian observasional kohort di 4 rumah sakit (RSMM, RSHS, RSCM, RSP) tahun 2012-2016 dinyatakan bahwa PP INH dapat menurunkan risiko ODHA mengalami TBC sebesar 75%. ODHA yang terdiagnosis TBC harus segera diobati dengan OAT dan Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK).
Petugas layanan kesehatan menjadi garda depan dalam pemberian layanan TBC/HIV bagi pasien. Selain melayani tes diagnosa awal tersebut, mereka juga perlu memahami alur tata laksana pemberian PP INH, alur paket pengobatan pada ODHA, alur paket pengobatan pada pasien TBC, serta alur permintaan dan distribusi logistik PP INH. Upaya ini penting dilakukan petugas kesehatan sebagai tindakan pengobatan, pencegahan bagi ODHA terinfeksi bakteri TBC, serta pengendalian TBC di layanan HIV.
Sumber:
2016, Buku Petunjuk TB-HIV Untuk Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Editor: Melya Findi dan Triftianti
Gambar: Amadeus Rembrandt