Bukan sebuah rahasia, Tuberkulosis (TBC) merupakan suatu penyakit yang dapat menggerogoti kehidupan pasien. Tidak hanya menyita waktu, tenaga, dan biaya, penyakit infeksi ini juga mengancam psikososial seorang individu. Beratnya perjuangan untuk dapat sembuh dari penyakit ini juga dirasakan oleh Nuraini sejak didiagnosis pada 2015 lalu. Setelah 20 bulan menjalani pengobatan yang penuh tantangan, Nuraini akhirnya dapat mencapai kesembuhan.
Awalnya, Nuraini tidak menyangka akan mengidap penyakit ini. Tidak ada keluarga ataupun kerabat dekat di lingkungannya yang pernah mengalami TBC. Tak diduga, ternyata penyakit kencing manis (diabetes) yang telah dideritanya sejak tahun 2015 menjadi faktor risiko terbesar yang menyebabkan Nuraini lebih mudah tertular TBC. Namun, diagnosis TBC ini sesuai dengan batuk dan demam yang seringkali ia rasakan beberapa bulan terakhir.
Sejak mengetahui penyakitnya, Nuraini berkomitmen untuk menjalankan pengobatannya. Akan tetapi, perjalanan Nuraini untuk mencapai kesembuhannya ini tidak mudah. Bahkan, perempuan yang berdomisili di Bekasi ini sempat mengalami depresi hingga muncul berbagai halusinasi. Ia sempat melihat obat yang dapat berbicara, kamar yang ingin memakan tubuhnya, dan rumput yang berlari-larian. Tak ayal, kejadian ini membuat Nuraini menjadi semakin terbebani. Gangguan mental akibat efek obat ini juga kerap membuatnya menjadi lebih emosional, sulit tidur, jantung berdebar, hingga mengalami perubahan perilaku yang berdampak besar pada kehidupan keluarganya.
Keluarga, tuturnya, menjadi tantangan terbesar dalam kesembuhannya. Saat itu, dukungan dari keluarga sempat menurun drastis. Berbagai masalah pun bermunculan, mulai dari finansial, stigma dari masyarakat, badan semakin lemas, anak terancam putus sekolah, hingga produktivitas yang menurun karena opname berulang. Itulah yang kelak memicu rasa down, depresi, bahkan Nuraini sempat bertekad untuk bunuh diri.
Rasa cintanya kepada anak dan keluarganya yang kemudian menjadi cambuk motivasi Nuraini untuk bangkit melawan penyakit TBC. Ia ingin sekali agar anaknya dapat menuntaskan pendidikannya hingga menjadi sarjana. Karena itu, ia bertekad untuk bertahan dan berjuang sampai sembuh. Meskipun efek obat begitu berat, Nuraini selalu berpikir positif dan mendekatkan diri dengan Tuhan YME. Komunitas mantan pasien TBC, yaitu PETA (Yayasan Pejuang Tangguh), juga tak gentar memberikan semangat dan dukungan kepada Nuraini selama pengobatan. Kini, Nuraini pun telah bergabung menjadi salah satu anggota aktif di PETA.
Bagi pejuang-pejuang yang sedang melawan penyakit TBC, Nuraini berpesan agar tetap bersemangat dan kuat, janganlah menyerah, dan senantiasa berpikir positif. Ia juga menyarankan agar pasien selalu mendengarkan secara seksama pesan-pesan dari dokter dan tidak perlu khawatir dengan stigma dari masyarakat. Karena pada hakikatnya, kita yang sakit, maka kita yang perlu berjuang untuk dapat kembali sehat. Sebagai pemuda, jangan biarkan Tuberkulosis mengalahkan mimpi-mimpimu!
Teks: Denisa Widyaputri
Narahubung: @peta.tb.ro