Dunia memperingati tanggal 31 Mei sebagai peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Tembakau adalah penyebab nomor satu kematian yang dapat dicegah. Indonesia adalah salah satu dari lima besar produsen dan konsumen produk tembakau di dunia. Pada tahun 2019, World Health Organization melaporkan terdapat angka prevalensi sebesar 33% orang dewasa Indonesia yang merokok setiap harinya dan diproyeksikan angka konsumsi tembakau ini akan terus meningkat hingga tahun 2025 [1,2]. Konsumsi rokok menjadi faktor penyebab penyakit kronis sebesar 21% dan penyebab kematian hingga 17% [3], konsumsi tembakau melalui rokok sendiri telah ditetapkan sebagai epidemi global dan merupakan salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar yang telah membunuh banyak orang.

Nikotin yang terkandung dalam tembakau mudah diserap ke dalam pembuluh darah melalui paru-paru. Melalui jalan masuk tersebut, nikotin dapat disebarkan dengan cepat ke seluruh tubuh dan mencapai otak dan sistem saraf pusat. Nikotin bekerja di sistem saraf pusat dengan menstimulasi pelepasan dopamin–yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan, pelepasan hormon kebahagiaan ini lah yang kemudian menyebabkan kita untuk merasa ‘bahagia’ dan ingin terus merokok.


Tentunya merokok memiliki efek ke banyak sistem organ lainnya, namun paru-paru adalah organ yang mengalami kerusakan paling banyak. Merokok berdampak terhadap paru-paru dan sistem kekebalan tubuhnya, hal ini membuat perokok lebih rentan terhadap infeksi tuberkulosis (TBC). Zat kimia yang terkandung di dalam rokok menyebabkan perubahan respon kekebalan tubuh kita dan kerusakan pada jenis-jenis sel darah putih seperti makrofag, monosit, dan limfosit CD4. Selain dampak buruknya terhadap sel kekebalan tubuh kita, dampak buruk mekanik juga terjadi pada fungsi sel-sel rambut halus yang berperan sebagai lapisan pelindung jaringan paru-paru [4].

Bagaimana kuman TBC menginfeksi dan berhasil menimbulkan penyakit TBC pada individu erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh seseorang tersebut. Kebiasan merokok adalah salah satu faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi bagaimana sistem kekebalan tubuh kita berespon terhadap suatu infeksi. Dengan menerapkan gaya hidup sehat lainnya seperti rajin berolahraga, makan makanan bergizi seimbang, dan menghindari kebiasan merokok; kita dapat menurunkan resiko agar tidak tertular penyakit TBC.

Referensi:
[1] WHO report on the global tobacco epidemic 2021: addressing new and emerging products. Geneva: World Health Organization; 2021. License: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.
[2] Raise Tobacco Taxes and Prices for a Healthy and Prosperous Indonesia. Jakarta, Indonesia: World Health Organization, Regional Office for South-East Asia; 2020. License: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.
[3] The macroeconomic impacts of the tobacco taxation in Indonesia. Jakarta, Indonesia: Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives; 2021.
[4] Association between tuberculosis and smoking. Zahedan, Southeastern Iran: International Journal of High Risk Behaviors and Addiction; 2012. doi: 10.5812/ijhrba.5215