Salah satu upaya dalam penanggulangan COVID-19 adalah dengan melakukan upaya pencegahan penularan virus serta melakukan deteksi potensi terinfeksi pada seseorang. Uji diagnostik COVID -19 yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini menggunakan dua metode, yakni rapid test (tes cepat) yang menguji sampel darah dan real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan menguji sampel apusan (swab) lendir hidung dan tenggorok. Rapid test sejauh ini dilakukan untuk melakukan tes antibodi, sehingga apabila hasilnya reaktif tetap harus dikonfirmasi dengan tes RT-PCR. Dilansir dari katadata.co.id, hingga Minggu (19/4), pemerintah telah melakukan pemeriksaan pada lebih dari 42,000 sampel menggunakan metode RT-PCR di laboratorium rujukan di seluruh Indonesia.

Rapid test  dipilih karena memiliki beberapa keunggulan, salah satunya hasil pemeriksaan yang cepat dan dapat dilakukan di hampir semua layanan kesehatan. Meski demikian, Rapid test memiliki tingkat akurasi yang masih dipertanyakan untuk mendiagnosis COVID-19. Hal ini yang kemudian membuat pemerintah Indonesia dalam waktu dekat akan menggunakan tes cepat molekuler (TCM), yang memiliki tingkat akurasi setara dengan pemeriksaan RT-PCR, untuk meningkatkan kapasitas diagnosis COVID-19. Alat TCM telah digunakan sejak tahun 2015 sebagai uji diagnostik tuberkulosis atau TBC. Lantas bagaimana perbedaan ketiga alat ini, berikut rangkumannya.

Rapid Test Antibodi

  • Tes serologi yang mendeteksi antibodi sebagai respon dari infeksi virus penyebab COVID-19. Spesimen yang digunakan adalah darah atau serum.
  • Hasil tes bisa diketahui dalam waktu kurang lebih 15 menit
  • Portable dan dapat digunakan dimana saja (point-of –care testing). Biaya yang diperlukan relatif rendah.
  • Karena tes ini mendeteksi antibodi, tes ini paling baik digunakan saat antibodi sudah terbentuk yang terbentuk dan jumlahnya cukup untuk dideteksi berkisar 1 minggu setelah munculnya gejala. Sehingga tes ini tidak dapat dijadikan untuk menyatakan seseorang sedang sakit COVID -19 ataut tidak
  • Keterbatasan lainnya adalah hasil tes ini rentan terjadi negatif palsu ataupun positif palsu. Jika hasil tes reaktif, perlu dikonfirmasi dengan PCR
  • WHO tidak merekomendasikan tes ini untuk kepentingan klinis namun digunakan untuk kepentingan penelitian dan surveilans
  • Alat ini telah tersedia di Indonesia

Reverse-transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

  • Metode pemeriksaan molekular yang mendeteksi asam nukleat virus. Spesimen yang umumnya digunakan adalah usapan nasofaring atau hidung dan dahak.
  • Hasil tes bisa diketahui dalam waktu 24 jam
  • Saat ini, hasil pemeriksaan PCR menjadi baku emas atau standar penentu seseorang dinyatakan sakit COVID-19 atau tidak.
  • Akurat namun prosedur pengujian membutuhkan waktu yang relatif lama dan mahal. Pemeriksaan ini membutuhkan tingkat keamanan laboratorium minimal BSL-2
  • Alat ini telah tersedia di Indonesia

Tes Cepat Molekuler (TCM)

  • Metode pemeriksaan molekular yang mendeteksi asam nukleat virus. Sampel yang digunakan adalah hasil usapan nasofaring ataupun usapan hidung.
  • Hasil tes bisa diketahui kurang dari 1 jam
  • TIngkat akurasi tinggi. Alat TCM tersebar di hampir seluruh kab/kota di Indonesia.
  • Dibutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk satu kali pemeriksaan per spesimen. Pemeriksaan ini membutuhkan tingkat keamanan laboratorium minimal BSL -2
  • Alat TCM tersedia namun cartridge belum tersedia

Saat ini terdapat 956 alat TCM di fasilitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Meski demikian tidak semua fasyankes yang memiliki alat TCM dapat menggunakannya untuk pemeriksaan COVID-19. Ada sejumlah persyaratan standar untuk Fasyankes dapat melakukan pemeriksaan COVID -19, diantaranya adalah memiliki standar BSL-2 dengan biosafety cabinet (BSC) yang berfungsi dengan baik, menggunakan alat pelindung diri sesuai standar untuk pemeriksaan COVID-19, serta dilakukan oleh SDM yang terlatih. Sebanyak 469 RS yang ditunjuk sebagai RS Rujukan COVID-19, 298 RS diantaranya memiliki alat TCM, dan ditambah dengan 7 alat TCM di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK), Balai latihan kerja (BLK), dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda). Sebanyak 305 fasyankes dianggap mampu melaksanakan pemeriksaan COVID-19 menggunakan alat TCM.  

Alat diagnostik dapat membantu dalam mempercepat deteksi orang yang sudah tertular, meski demikian upaya ini tidak dapat mencegah penularan. Pencegahan dapat dilakukan dengan tetap patuh pada anjuran untuk menjaga jarak (physical distancing), menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan rajin mencuci tangan dengan sabun, menghindari menyentuh area mata, hidung, dan mulut, serta menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan rajin berolahraga.

 

Sumber:
Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Revisi 4 per tanggal 27 Maret 2020
Dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes. 2020. Penggunaan Alat Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk Deteksi COVID-19 di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4961867/perbedaan-3-jenis-tes-corona-di-indonesia-pcr-rapid-test-dan-tcm
https://www.halodoc.com/mengenal-jenis-tes-corona-yang-digunakan-di-indonesia
https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-use-of-point-of-care-immunodiagnostic-tests-for-covid-19
https://www.centerforhealthsecurity.org/resources/COVID-19/COVID-19-fact-sheets/200130-nCoV-diagnostics-factsheet.pdf

 

Editor: Melya Findi, Yeremia PMR, Alva Juan
Gambar: Amadeus Rembrandt, Agatha Karina