Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang menginfeksi paru-paru. Penularan TBC terjadi ketika penderita batuk dan percik renik (droplet) yang dikeluarkan yang mengandung kuman TBC terhirup oleh orang di sekitarnya. Meski demikian, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC. Kondisi ini disebut dengan infeksi laten tuberkulosis (ILTB). ILTB dapat terjadi saat sistem kekebalan tubuh seseorang berfungsi baik sementara jumlah bakteri yang masuk ke dalam tubuh hanya sedikit. Dengan demikian, kuman TBC yang masuk ke dalam tubuh dilawan oleh sistem kekebalan tubuh sehingga tidak menimbulkan gejala.

Kondisi ILTB dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Anak-anak yang sakit TBC kemungkinan besar tidak tertular dari teman-teman sebayanya, melainkan dari orang dewasa di sekitarnya. Anak yang kontak erat dengan orang dewasa yang sakit TBC memerlukan perhatian khusus karena mereka berisiko tinggi terkena penyakit TBC. Anak-anak secara umum memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah,  khususnya mereka dengan infeksi HIV atau malnutrisi, sehingga anak dengan ILTB memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TBC.

Terkait diagnosis ILTB pada anak, dengan pemeriksaan fisik dan rontgen dada tetap ada kemungkinan tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi TBC sehingga perlu dilakukan tes tambahan, yaitu tes tuberkulin atau Mantoux. Tes tuberkulin dilakukan untuk mengetahui apakah anak pernah terpapar kuman TBC. Jika hasil tes tuberkulin positif, maka kemungkinan besar anak telah terinfeksi TBC, apalagi disertai dengan gejala yang mendukung. Selain melakukan tes tuberkulin, dokter juga akan melakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui apakah terdapat kuman TBC di dalam tubuh anak.

Meski tidak ditemukan gejala TBC, anak yang terpapar kuman TBC tetap perlu memperoleh terapi pencegahan tuberkulosis (TPT). Pemberian TPT bertujuan untuk mencegah kuman TBC bertambah banyak dan menyebabkan sakit TBC. Pemberian TPT harus dilakukan setelah berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Anak di atas dua tahun yang terpapar bakteri TBC namun belum menjadi TBC aktif dapat diberikan TPT dengan paduan jangka pendek isoniazid-rifapentine sekali seminggu selama 12 minggu. Beberapa alternatif paduan TPT untuk anak meliputi 3 bulan rifampisin-isoniazid dosis harian, 4 bulan rifampisin harian, dan 6 bulan isoniazid harian atau isoniazid preventative therapy (IPT).

Pada tahun 2016, 12 dari 30 negara dengan beban TBC tinggi telah melaporkan penggunaan IPT. Namun, hanya 13 persen dari anak usia kurang dari lima tahun yang memenuhi syarat untuk menerima TPT yang memulai TPT. Pada pertemuan tingkat tinggi PBB (UNHLM) tahun 2018 tentang TBC, Indonesia bersama dengan para pemimpin dunia berkomitmen untuk mengeliminasi TBC secara global, salah satu dari komitmen tersebut adalah target pemberian TPT untuk setidaknya 30 juta orang pada tahun 2022. Indonesia diharapkan akan memberikan TPT kepada sekitar 1,2 juta orang dengan ILTB sebagai bagian dari pencapaian target global tersebut.

Meskipun TBC dapat disembuhkan, namun angka kematian karena TBC masih cukup tinggi. Upaya penerapan pengobatan ILTB pada kelompok rentan, dalam hal ini kontak anak-anak, tentunya menjadi langkah penting mencegah meningkatnya angka kejadian TBC, sehingga cita-cita eliminasi TBC di tahun 2030 dapat terwujud. Anak memiliki hak untuk tumbuh kembang yang optimal. Menjaga mereka tetap sehat tentunya menjadi salah satu upaya mewujudkan hak tersebut.


Sumber:
https://www.alodokter.com/kenali-tbc-pada-anak-dan-laksanakan-prosedur-pengobatan-yang-tepat
https://www.impaact4tb.org/

 

Editor: Melya Findi dan Alva Juan
Gambar: Amadeus Rembrandt dan Agatha Karina