Manih Samat A.Md.Kep adalah perawat pelaksana program TBC di Puskesmas Jagakarsa, yang merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Jakarta Selatan. Awal mulanya, pasien TBC Kebal Obat (TB RO) di wilayah Jagakarsa melakukan pengobatan TBC Kebal Obat di Rumah Sakit Persahabatan. Sesuai alur pengobatan TBC Kebal Obat setelah pasien memulai pengobatan di Rumah Sakit yang memiliki Layanan TBC Kebal Obat, jika tidak ada penyakit penyerta maka pasien dapat melanjutkan pengobatannya ke Puskesmas terdekat. Menurut penuturannya, banyak pasien lebih memilih lokasi layanan yang lebih dekat, selain juga karena efek samping minum obat yang kerap dirasakan membuat mereka merasa tidak nyaman. Sehingga, banyak pasien mulai berpindah dan melanjutkan pengobatan ke Puskesmas tempat ia melayani.
Awal mulanya, Manih cukup kelabakan, lantaran lokasi perawatan untuk TBC Sensitif Obat dengan TBC Kebal Obat berjauhan. Ia kerap harus berpindah-pindah ruangan dari lantai tiga ke lantai satu untuk melayani pasien TBC yang jumlahnya makin bertambah.
“Awal mulanya masih satu dua orang saja yang datang, lama-lama makin bertambah. Saat awal, penanganan masih cukup mudah, hanya beberapa pasien saja dan prosesnya juga berjalan lancar sampai pasien benar-benar tuntas dalam pengobatan. Namun lama-kelamaan jumlah pasien semakin bertambah banyak, disinilah mulai muncul banyak persoalan,” ujar Manih menceritakan pengalamannya saat mendampingi pasien TBC.
Persoalan yang kerap muncul ini berkaitan dengan pasien yang enggan melanjutkan pengobatan karena efek samping obat yang membuat kebanyakan dari mereka merasa tidak mampu melanjutkan. Efek samping pengobatan TBC Kebal Obat ini, sangat beragam diantaranya ada rasa pusing, diare, nyeri otot, mual, bahkan hingga halusinasi.
Ibu dua orang putri ini mengatakan bahwa, pendampingan bagi pasien untuk minum obat ini sangatlah penting. Maka setiap ada pasien TBC yang mangkir untuk minum obat, ia akan mendatangi rumah pasien dan memastikan mereka untuk meminum obat. Biasanya ada kader-kader di wilayah yang sudah dilatih petugas Puskesmas untuk membantu dalam memantau kondisi para pasien.
Manih membagikan pengalamanya dalam mendampingi salah satu pasien TBC Kebal Obat. Pasien tersebut mangkir karena sudah tidak sanggup dengan efek samping obat yang ia rasakan, bahkan ia menolak untuk dikunjungi. Manih dibantu dengan kader di wilayah berkali-kali mengunjungi dan selalu mendapatkan penolakan. Hingga pada titik, ia memberikan waktu bagi pasien tersebut.
Hal ini memang menjadi salah satu kendala yang sering ia hadapi. Kurangnya dukungan keluarga yang menjadi pihak terdekat jarang diberikan bagi pasien yang sedang mengikuti pengobatan. Alhasil, pasien kerap merasa berjuang sendiri dalam menjalani pengobatan yang membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang ini.
Dalam ceritanya, Manih juga mengatakan bahwa tak jarang pasien yang mangkir tersebut, pada akhirnya akan kembali lagi untuk melanjutkan pengobatan. Di satu sisi ia senang, pasien akhirnya menyadari bahwa pengobatan rutin inilah menjadi salah satu cara agar pasien dapat sembuh secara total dari TBC. Di sisi lain ia juga menyayangkan beberapa pasien yang kemudian tingkat resistansinya meningkat karena harus melakukan pengobatan lebih lanjut. Ia berharap keluarga sebagai orang terdekat dapat menjadi support system bagi pasien untuk tetap termotivasi melanjutkan pengobatan.
Manih senang saat ia temui sejumlah pasien pada akhirnya tuntas dalam menjalani pengobatan. Ia melihat begitu berat perjuangan yang dihadapi para pasien dalam menjalani pengobatan, sehingga dukungan melalui pola pendampingan ini sangatlah dibutuhkan. Tuntasnya pengobatan para pasien menjadi peluang untuk mencegah penularan TBC makin meluas.
Teks: Melya Findi
Editor: Triftianti Lieke
Gambar: Amadeus Rembrandt