Upaya penanggulangan pandemi COVID-19 masih belum berakhir. Bahkan setiap harinya penambahan kasus baru masih terus terjadi. Kondisi ini juga dipersulit dengan belum siapnya vaksin untuk mengatasi penyakit ini. Meski demikian, pemerintah mulai menerapkan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sebelumnya diberlakukan untuk menekan penyebaran virus corona. Hal ini tentunya dengan sejumlah pertimbangan bahwa tidak memungkinkan untuk selamanya membatasi ruang gerak hingga COVID-19 sepenuhnya hilang.

Kondisi ini kemudian memunculkan istilah kondisi normal baru, yaitu kondisi dimana manusia pada akhirnya harus hidup berdampingan dengan ancaman COVID-19. Meski demikian perlu ada protokol kesehatan yang harus ditaati demi keamanan bersama, seperti rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak fisik (physical distancing), dan menggunakan masker. Lantas bagaimana dengan pelayanan TBC di situasi kondisi normal baru saat ini?

Dikutip dari laman Media Indonesia, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, mengatakan bahwa pandemi ini berdampak pada upaya eliminasi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Berdasarkan pemodelan yang dilakukan oleh Stop TB Partnership (global) bersama Imperial College, Avenir Health dan Universitas John Hopkins dengan dukungan USAID mengindikasikan jumlah orang dengan TBC pada 2025 akan bertambah 6.3 juta dan kematian akibat TBC bertambah 1.4 juta di dunia. Tentu hal ini akan berdampak pada mundurnya target eliminasi TBC di Indonesia yang seharusnya tercapai pada tahun 2030.

Dr. Erlina Burhan, Dokter spesialis paru di RSUP Persahabatan dalam kelas online yang diselenggarakan oleh CISDI dan Stop TB Partnership Indonesia mengatakan bahwa perlu adaptasi bagi layanan Kesehatan di kondisi normal baru saat ini. Inovasi-inovasi perlu dikembangkan agar prediksi mengenai mundurnya target eliminasi TBC ini dapat disikapi dengan lebih baik untuk menciptakan pelayanan TBC yang berkesinambungan.

Selain mengacu pada protokol tatalaksana layanan TBC selama masa pandemi COVID-19 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, ada sejumlah inovasi yang dapat dilakukan untuk mencegah potensi mundurnya target eliminasi TBC 2030, diantaranya adalah:

  1. Penguatan kepemimpinan berbasis Kabupaten/Kota. Hal ini penting dilakukan agar penanganan TBC juga dapat diberikan di tingkat layanan kesehatan primer, sehingga peningkatan infrastruktur layanan pasien TBC juga perlu ditingkatkan.
  2. Penerapan investigasi kontak pada penanganan Covid-19 dan penyakit TBC. Temuan kasus masih menjadi upaya yang masih harus ditingkatkan dalam layanan TBC, semakin banyak kasus ditemukan, maka penanganan akan semakin cepat dan memutus potensi penularan.
  3. Peningkatan langkah pencegahan, seperti yang seringkali dikampanyekan mulai dari mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, dan menggunakan masker tetap harus dilakukan untuk meminimalisir potensi penularan. Selain itu juga penerapan pola hidup sehat dengan berolahraga dan mengkonsumsi makanan bergizi juga penting, untuk mendukung peningkatan kekebalan tubuh.
  4. Penambahan alat TCM untuk diagnosis TBC dan pengembangan laboratorium dalam mendukung percepatan penanganan kasus
  5. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk penemuan dan penanganan kasus terutama di situasi normal baru saat ini. Tentunya ada sejumlah perbedaan yang membutuhkan penyesuaian dari layanan Kesehatan, terutama TBC dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Situasi normal baru ini tentunya juga memerlukan edukasi secara luas bagi masyarakat. Bahwa pandemi ini belum berakhir, dan ada sejumlah prasyarat yang perlu dilakukan tidak hanya dari sistem layanan kesehatan, namun terlebih dari masyarakat.

 

Sumber:
https://m.mediaindonesia.com/read/detail/314334-pandemi-covid-19-menghambat-upaya-penanggulangan-tbc
https://www.stoptbindonesia.org/post/bersisurut-progres-eliminasi-tuberkulosis-2030-akibat-pandemi-covid-19
Kementerian Kesehatan RI, 2020. Protokol Tata Laksana Pasien TB Dalam Masa Pandemi COVID 19. Jakarta 

Editor: Melya Findi dan Aditya Bagus
Gambar: Amadeus Rembrand