Rokok telah membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia tiap tahunnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 7 juta kematian diakibatkan oleh merokok dimana sekitar 1,2 juta diantaranya merupakan perokok pasif. Sulitnya menghentikan produksi dan konsumsi tembakau di Indonesia didukung aspek pertumbuhan ekonomi. Disamping dampak buruk merokok terhadap kesehatan masyarakat, ironisnya tembakau masih merupakan salah satu komoditas penting peyokong perekonomian Indonesia.
Merokok memiliki banyak dampak negatif salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan dan meningkatkan keparahan penyakit saluran pernapasan. Hasil pengkajian sistematis terhadap penelitian-penelitian terkait merokok yang dilakukan oleh WHO di tanggal 29 April 2020, menemukan bahwa penderita COVID-19 yang merupakan perokok memiliki tingkat keparahan lebih tinggi dibandingkan yang bukan perokok. Perokok memiliki risiko terkena COVID-19 2,25 kali lebih besar dibanding orang yang tidak merokok.
COVID-19 sama halnya dengan tuberkulosis, merupakan suatu penyakit menular yang menyerang paru. Seperti kita ketahui, merokok dapat menurunkan fungsi paru sehingga tubuh lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang paru. Upaya menurunkan konsumsi rokok menjadi sangat penting untuk dapat mengurangi kerentanan seseorang terhadap infeksi TBC, COVID-19 maupun penyakit lainnya.
Mendukung upaya tersebut, sebanyak 42 organisasi yang mewakili masyarakat sipil, akademisi, profesional menandatangani surat yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia sebagai seruan untuk upaya kontrol tembakau guna mengurangi dampak COVID-19. Dikutip dari the Union, 67 juta orang Indonesia merupakan perokok aktif sehingga potensi terpapar COVID-19 dengan tingkat keparahan tinggi sulit dihindarkan.
Dalam surat tersebut, terdapat sepuluh rekomendasi yang diajukan yang meliputi:
- Melakukan kampanye di media untuk meningkatkan kesadaran akan risiko COVID-19 pada perokok.
- Memastikan bahwa pasien COVID-19 yang juga perokok tercatat sebagai data untuk mendukung penyusunan kebijakan.
- Mengaktifkan layanan penghentian merokok nasional untuk membantu orang berhenti merokok melalui layanan konseling maupun dukungan secara daring.
- Menegakkan larangan semua jenis iklan tembakau dan melarang sumbangan industri tembakau maupun kemitraan dengan pemerintah.
- Memperkuat implementasi dan penegakan undang-undang asap rokok dan segera meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Organisasi Kesehatan Dunia tentang Pengendalian Tembakau.
- Memastikan ketersediaan obat-obatan dan layanan yang berkesinambungan untuk orang-orang dengan penyakit kronis seperti darah tinggi, diabetes, dan TBC
- Memastikan larangan penjualan, penyewaan dan penggunaan sisha, rokok elektronik (vape), tembakau kunyah, hal ini juga bertujuan untuk mengurangi potensi berkumpulnya orang guna mengurangi potensi penularan.
- Memastikan adanya sarana edukasi dan komunikasi kepada masyarakat mengenai dampak tembakau dan vape bagi kesehatan, serta ajakan untuk menjaga pola makan, menghindari alkohol, dan menjaga jarak fisik
- Melarang donasi dan kerja sama dari perusahaan tembakau serta menolak pendanaan dalam bentuk apapun
- Meratifikasi kerangka kerja untuk kontrol tembakau serta mengimplementasikan serta mendorong untuk meningkatkan pajak dan harga tembakau untuk melindungi kesehatan masyarakat, terutama generasi muda
Tanggal 31 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai 'World No Tobacco Day' atau Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Peringatan ini menjadi momen untuk menginformasikan bahaya rokok serta dampak buruknya bagi kesehatan, terlebih di tengah situasi pandemi saat ini. Hari Tanpa Tembakau Sedunia pertama kali digagas oleh Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1987.
Sumber:
https://www.theunion.org/news-centre/news/body/Letter-to-the-President-of-Indonesia-COVID-19-and-Tobacco-smoking.pdf
https://www.who.int/indonesia/news/detail/11-05-2020-pernyataan-who-penggunaan-tembakau-dan-covid-19
Editor: Melya Findi dan Alva Juan
Gambar: Amadeus Rembrand