Tuberkulosis (TBC), penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, dapat menyerang siapapun tanpa terkecuali, termasuk anak-anak. Anak-anak merupakan sosok yang lebih rentan terhadap TBC. Hal ini disebabkan daya tahan tubuh anak yang lebih lemah dibandingkan orang dewasa.
Biasanya kasus TBC pada anak seringkali dipicu oleh kontak dengan orang serumah yang terinfeksi. Anak mudah terpapar dengan adanya interaksi dengan anggota keluarga yang terinfeksi secara terus menerus. Selain itu, lingkungan yang tidak sehat juga menjadi salah satu faktor pencetus TBC paru. Ventilasi dan sirkulasi udara yang baik dapat menghambat penyebaran kuman TBC mengingat bakteri penyebab TBC dapat bertahan hidup di lingkungan yang lembab. Sehingga penting memiliki ventilasi yang baik di setiap hunian untuk membantu sirkulasi udara.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah TBC pada anak antara lain dengan menjaga pola hidup bersih sehat melalui pemenuhan gizi seimbang, serta terapi pencegahan TBC (TPT). Pada tahun 2014, The Union mengembangkan pilot project di dua distrik di Uganda untuk deteksi TBC pada anak. Deteksi TBC pada anak lebih sulit dibanding orang dewasa. Salah satu faktornya adalah sulitnya anak-anak untuk bisa mengeluarkan dahak. Melalui kolaborasi dengan Program TB Nasional di Uganda, The Union melatih petugas kesehatan untuk dapat mengenali tanda dan gejala TBC pada anak. Sehingga anak-anak yang berpotensi terinfeksi TBC dapat dievaluasi secara langsung. Petugas kesehatan yang dilatih ini juga berperan dalam memberikan perawatan pencegahan kepada anak-anak. Hasil dari pilot project ini menunjukkan bahwa TPT bagi anak-anak meningkat dari 5% menjadi 72% di kedua wilayah intervensi dalam kurun waktu dua tahun.
Pada tanggal 23 Juli 2020, bertepatan pada Hari Anak Nasional diselenggarakan seminar daring yang bertajuk “Saatnya Anak Indonesia Bebas Tuberkulosis Untuk Indonesia Unggul”. Dalam seminar ini, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes RI, memaparkan bahwa TBC pada anak kerap terjadi karena kontak serumah. Beliau menceritakan pengalamannya anaknya yang terkena TBC. Setelah ditelusuri ternyata anaknya tertular dari orang yang tinggal serumah yang terkena TBC. ”TBC ini sudah triple burden, suatu penyakit yang sulit namun tidak ada yang mustahil apabila seluruh jajaran pemerintah bersama-sama mendukung upaya eliminasi TBC. Selain penyediaan obat, deteksi dini, penyediaan fasilitas lingkungan yang sehat dengan ventilasi memadai juga penting untuk pencegahan. Disini mungkin peran sektor lain dapat terlibat,”ujar dr. Wiendra dalam penjelasannya.
Tema utama Hari Anak Nasional 2020 adalah Änak Terlindungi, Indonesia Maju”. Tema ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi anak terutama terhadap infeksi penyakit seperti COVID-19 saat pandemi saat ini dan terlebih juga TBC yang hingga kini masih menjadi beban penyakit di Indonesia.
dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia juga membagikan informasi tentang pentingnya upaya melindungi anak dari TBC melalui Terapi Pencegahan TBC (TPT). Menurutnya selain kontak erat, sistem imun dan faktor gizi juga berpengaruh pada kerentanan seorang anak terpapar bakteri tuberkulosis. Anak yang terpapar TBC belum tentu akan menjadi TBC positif, hal ini disebut dengan infeksi TBC Laten, oleh sebab itu terapi pencegahan TBC yang diberikan selama kurun waktu 6 bulan penting diberikan agar anak tersebut tidak menjadi TBC aktif dan mampu melindungi anak dari tuberkulosis.
Momen hari anak nasional menjadi upaya meningkatkan kesadaran bagi kita semua bahwa melindungi kesehatan anak merupakan wujud dari penerapan salah satu hak dasar anak. Dengan anak-anak mendapat hak mereka secara penuh sejak kecil, maka kelak Indonesia akan memiliki generasi yang hebat.
Selamat Hari Anak Indonesia.
Teks: Melya Findi
Editor: Triftianti Lieke