Pandemi yang sudah berlangsung satu tahun yang melanda global termasuk Indonesia, telah memberikan dampak cukup signifikan bagi layanan kesehatan lainnya, termasuk tuberkulosis (TBC). Sebagai negara dengan beban TBC nomer dua di dunia, tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri. Meski TBC dapat disembuhkan melalui pengobatan dan perawatan yang tepat, teratur, dan lengkap, namun keterbatasan akses dan ketakutan untuk mengakses layanan kian menghambat pelayanan TBC.
GridHEALTH bekerjasama dengan Yayasan KNCV Indonesia (YKI) menyelenggarakan GridHEALTH Dialogue dengan tema "Deteksi Kasus TBC saat Pandemi melalui Aplikasi Digital Health" bersama dr. Angelin Yuvensia, MPH, Head of Technical Services Yayasan KNCV Indonesia pada Senin, 12 April 2021. Kegiatan yang disiarkan secara live melalui Instagram ini membahas mengenai penyakit kronik ini serta bagaimana penangananya di tengah situasi pendemi dengan penerapan pembatasan sosial tanpa terkecuali dalam akses layanan kesehatan.
Selain persoalan pembatasan akses layanan kesehatan, persoalan lain adalah adanya ketakutan masyarakat untuk datang ke fasilitas kesehatan karena takut tertular COVID-19. Hal ini menyebabkan penemuan kasus menurun menjadi sekitar 41 persen dari semula adalah 70 persen. dr. Vensi mengatakan bahwa penemuan kasus TB sangat penting untuk memutus mata rantai penularan TBC, mengingat sumber penularan TBC adalah orang yang sakit TBC yang belum menjalani pengobatan.
dr. Vensi menjelaskan tentang bagaimana gejala dan penularan TBC. Berbeda dengan COVID-19, gejala TBC yang merupakan penyakit kronik ini jarang dirasakan sakit tenggorok, sakit kepala ataupun hilangnya penciuman seperti halnya gejala yang ditemukan pada COVID-19. Melainkan batuk lebih dari 2 minggu, penurunan berat badan dan demam tinggi di malam hari.
“Sehingga penting untuk melakukan pola hidup sehat, diantaranya dengan makan makanan yang bergizi, pastikan adanya ventilasi agar sirkulasi udara lebih baik, dan melakukan etika batuk,” ujar dr. Vensi.
Dalam diskusi ini, turut disebutkan poin-poin penting yang perlu dilakukan dalam penanganan TBC di tengah pandemi sesuai Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI di akhir Maret 2020, diantaranya adalah:
- Perlu adanya mekanisme rujukan dahak untuk diagnosa TBC untuk pemeriksaan TCM dengan pengiriman sediaan dahak bukan mengirimkan pasien (menghindari penularan)
- Adanya alternatif pemindahan pelayanan TB jika rumah sakit/faskes TBC di suatu wilayah menjadi RS/faskes rujukan COVID 19
- Pemantauan Menelan Obat dapat menggunakan metode jarak jauh, menunjuk petugas kesehatan terdekat atau kader kesehatan yang ditunjuk untuk mendatangi rumah pasien
- Tetap memperhatikan penggunaan Alat Pelindung Diri dan menjamin ketersediaannya terutama untuk tenaga kesehatan (masker N-95 atau masker bedah)
- Dinas kesehatan perlu mengadakan surveilans ketat untuk mencegah meningkatnya kasus mangkir pengobatan
Tentunya dalam menjawab tantangan di era pandemi ini, perlu adanya inovasi-inovasi yang dilakukan untuk menjawab agar jangan sampai target yang dicita-citakan di tahun 2030 ini harus mundur. YKI sebagai organisasi yang fokus pada persoalan tuberculosis di Indonesia mendukung dengan mengembangkan SOBAT TB (Solusi Online Berbagi Soal TB). Sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu memberikan edukasi bagi masyarakat serta membantu dalam penemuan kasus melalui skrining mandiri gejala TBC.
“Selain fitur informasi TBC yang akurat dan fitur skrining TBC yang dapat dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, di dalam aplikasi ini ada fitur forum yang terhubung dengan komunitas yang dapat mewadahi pengguna dan organisasi pasien untuk saling berinterksi dan memberikan dukungan dan motivasi dalam menjalani pengobatan,” terang dr. Vensi.
Teknologi dalam hal ini turut berperan dalam mendukung upaya eliminasi TBC di tengah situasi pandemi. Tentunya kebijakan pembatasan sosial tidak terpengaruh dengan adanya sarana online yang tersedia untuk layanan TBC. SOBAT TB diharapkan dapat membantu dalam menjembatani tersediannya layanan TBC bagi masyarakat, mengingat setiap detik berharga untuk menyelamatkan bangsa dari tuberkulosis.
Teks: Melya
Editor: Angelin Yuvensia
Gambar: Amadeus Rembrandt