Peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 setiap harinya tak bisa dianggap enteng. Hal ini membuat semua layanan kesehatan fokus dalam penanganan pasien Covid-19. Virus SARS-CoV-2 yang merupakan penyebab Covid-19 yang muncul di akhir tahun 2019, merupakan virus baru. Karena masih tergolong baru, sifat virus ini belum dapat dikenali secara pasti. Hal ini mengakibatkan para ahli belum mengetahui secara pasti obat apa yang efektif untuk penyakit ini. Yang pasti diketahui adalah penyebarannya yang sangat cepat, terbukti dari pertama kali ditemukan di akhir Desember 2019 hingga pertengahan Maret 2020 saat dinyatakan pandemik oleh WHO, telah terkonfirmasi 118,000 kasus yang tersebar di lebih dari 110 negara. Semua pihak bersatu untuk mengatasi pandemi COVID-19, baik itu pemerintah, tenaga kesehatan hingga masyarakat. Di satu sisi semua elemen masyarakat dikerahkan untuk menahan penyebaran penyakit ini; terutama tenaga kesehatan yang difokuskan untuk menangani pandemi COVID-19 ini. Namun di sisi lain, pandemi COVID-19 ini memiliki dampak pada penyelenggaraan layanan kesehatan lainnya, seperti tuberkulosis yang merupakan salah satu penyebab utama kematian, khususnya di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Melihat kondisi saat ini maka perlu untuk memastikan bahwa layanan dan operasional permasalahan kesehatan lainnya tetap berjalan seperti biasa. Bahkan layanan kesehatan, termasuk program nasional untuk penanggulangan TBC, perlu dilibatkan secara aktif dalam memastikan secara efektif dan cepat untuk memanggapi Covid-19, serta memastikan bahwa layanan TBC tetap berjalan.
Dalam laporannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Global Program TB WHO bersama dengan kantor regional dan negara WHO, telah mengembangkan catatan informasi untuk membantu program TB nasional dan tenaga kesehatan untuk tetap menjalankan aktivitas layanan program TBC sebagaimana sudah berlangsung sebelumnya selama pandemi Covid-19, serta memaksimalkan dukungan untuk bersama-sama mengatasi kedua penyakit ini.
Ada dua hal yang perlu diantisipasi di tengah merebaknya Covid-19, yaitu keterkaitan pasien TBC dan Covid-19 serta pemberian layanan kesehatan bagi TBC dan Covid-19. Orang yang menderita Covid-19 dan TBC memiliki gejala yang sama, yaitu batuk, demam, dan sulit bernafas. Kedua penyakit ini sama-sama menyerang organ paru yang ditularkan melalui kontak erat. Meski demikian, yang membedakan keduanya adalah masa inkubasi dari paparan sampai mulai timbul gejala. Masa inkubasi penyakit TBC lebih lama dengan perkembangan yang relatif lebih lambat. Sementara pengalaman kasus infeksi Covid-19 pada pasien TBC terbatas, perlu diantisipasi adanya kemungkinan bagi penderita TBC yang terinfeksi Covid-19 akan memiliki hasil pengobatan yang lebih buruk, terutama apabila terjadi putus pengobatan pada pasien TBC. Sehingga perlu ada upaya antisipasi berupa himbauan kepada pasien TBC untuk melakukan tindakan pencegahan penyebaran COVID-19 serta rutin melanjutkan pengobatan TBC hingga tuntas.
Bagi otoritas dan petugas layanan kesehatan perlu tetap menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang penting bagi pasien TBC selama pandemic Covid-19 berlangsung. Pihak pemangku kebijakan dalam layanan kesehatan perlu tetap memberikan dukungan bagi layanan TBC terutama ditengah situasi darurat Covid-19 saat ini. Upaya pencegahan, diagnosis, dan juga perawatan bagi pasien TBC perlu dipastikan tetap dilakukan sama halnya penanganan yang diberikan bagi penanganan Covid-19. Berikut adalah rekomendasi dalam upaya pencegahan, diagnosis, dan perawatan bagi pasien TBC yang perlu dilakukan.
1. Pencegahan
Membatasi penularan TBC dan Covid-19 di sejumlah pusat keramaian dan fasilitas kesehatan sesuai dengan pedoman WHO, seperti upaya sederhana pencegahan dan pengendalian infeksi, etika batuk, pemisahan orang yang diduga terdampak penyakit. Selain itu, penyediaan pengobatan pencegahan TB juga tetap dilaksanakan semaksimal mungkin.
2. Diagnosis
Uji diagnosis yang akurat sangat penting untuk TBC dan COVID-19. Jejaring laboratorium TB telah terbentuk di beberapa negara. Jaringan laboratorium TB ini yang didukung dengan mekanisme transportasi spesimen yang telah berjalan dapat digunakan untuk kepentingan diagnosis dan surveilans COVID-19.
3. Perawatan pasien
Petugas layanan yang terlibat dalam program TBC telah memiliki pengalaman dan kapasitas, termasuk dalam penemuan kasus dan pelacakan kontak. Mereka merupakan sumber daya untuk berbagi pengetahuan, keahlian, serta dalam memberikan bantuan teknis dan logistik kesehatan. Pemberian OAT juga harus dipastikan tersedia untuk semua pasien TBC termasuk untuk persediaan OAT yang dapat dibawa pulang oleh pasien agar pengobatan mereka tetap berjalan. Ketersediaan OAT juga perlu dijamin untuk mereka yang dalam karantina COVID-19 dan mereka yang terkonfirmasi COVID-19.
Pemanfaatan teknologi digital kesehatan perlu diintensifkan dalam upaya untuk meningkatan komunikasi, konseling, perawatan dan manajemen informasi untuk pasien dan program. Sejalan dengan rekomendasi WHO, teknologi seperti pemantauan pengobatan secara elektronik dan terapi yang menggunakan fitur video dapat membantu pasien menyelesaikan pengobatan TBC mereka. Yayasan KNCV Indonesia dalam hal ini juga telah mengembangkan aplikasi EMPATI yang berfungsi memantau proses pendampingan pasien TBC Resistan Obat untuk menyelesaikan pengobatan.
4. Perencanaan, pengadaan, pasokan, dan manajemen risiko yang proaktif
Perencanaan dan pemantauan yang tepat sangat penting untuk memastikan pengadaan dan penyediaan OAT dan uji diagnosis tidak terganggu. WHO dalam laporannya menyarankan agar sejumlah negara memastikan pasokan OAT dan alat diagnosa sudah dipesan untuk pengiriman tahun 2020 sesegera mungkin untuk mengantisipasi penundaan dalam transportasi dan mekanisme pengiriman.
5. Sumber daya manusia
Dokter paru, staf pulmonologi dan petugas kesehatan di fasilitas kesehatan primer dapat menjadi poin rujukan untuk pasien dengan komplikasi paru akibat COVID-19. Mereka seyogyanya telah memahami rekomendasi terbaru WHO mengenai penanganan COVID-19 dan pencegahan penyebaran COVID-19. Deteksi dan tatalaksana suportif yang efektif dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian COVID-19, juga termasuk mereka yang terinfeksi TBC.
6. Pengembangan kapasitas
Penanganan Covid-19 dapat menerapkan praktik baik yang telah diterapkan pada program TBC selama ini. Hal-hal tersebut termasuk pencegahan dan pengendalian infeksi, pelacakan kontak, perawatan berbasis rumah tangga dan masyarakat, serta sistem monitoring.
Semua upaya perlu dukungan kerjasama semua pihak dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik bagi pasien TBC juga pasien Covid-19. WHO bekerjasama dengan berbagai negara, mitra dan masyarakat sipil untuk menyusun dan berbagi mengenai pedoman, praktik baik dan pengalaman tentang COVID-19 yang telah tersedia pada berbagai tahap epidemi Covid-19. Upaya ini dilakukan agar, layanan kesehatan lain, termasuk tuberkulosis tidak terdampak sehingga dapat bersama-sama mewujudkan eliminasi TBC 2030 sekaligus melawan COVID-19.
Sumber: https://www.who.int/tb/COVID_19considerations_tuberculosis_services.pdf
Editor: Melya Findi dan Angelin Yuvensia
Gambar: Amadeus Rembrandt