Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari orang ke orang melalui udara. TBC utamanyanya menyerang organ paru-paru, namun juga dapat menyerang organ tubuh lainnya, seperti otak, ginjal, atau tulang belakang. TBC dapat disembuhkan dengan menjalani pengobatan rutin hingga tuntas dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Meski demikian, ada sejumlah kasus dimana kuman TBC kebal terhadap obat yang digunakan untuk mengobati TBC. Kondisi Ini menunjukkan bahwa obat anti TBC (OAT) yang biasa diberikan pada pasien TBC tidak bisa lagi membunuh bakteri TBC, kondisi ini dinamakan TBC Kebal Obat atau TBC Resistan Obat (TBC RO). Dari laporan badan kesehatan dunia (WHO) melalui Global TB Report tahun 2019, diperkirakan bahwa jumlah kasus TBC RO di Indonesia pada tahun 2018 adalah 24,000 kasus dari perkiraan total 845.000  kasus TBC di Indonesia.

Tidak ada perbedaan antara cara penyebaran kuman TBC RO dengan TBC Sensitif Obat (TBC SO). Keduanya ditularkan melalui udara dari satu orang ke orang lain. Lantas apa yang membedakan antara TBC RO dengan TBC SO? Pada kasus TBC RO, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kuman TBC yang menginfeksi penderitanya telah kebal terhadap OAT untuk TBC SO, sehingga dibutuhkan waktu pengobatan yang lebih panjang (9-24 bulan) bagi pasien yang terdiagnosis TBC RO.  

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kuman TBC menjadi kebal OAT, seperti pasien TBC yang tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas atau meminum OAT dengan tidak teratur, pemberian OAT yang tidak tepat dosis dan paduan pengobatan, serta kualitas layanan perawatan TBC.  

Gejala TBC RO secara umum tidak berbeda dengan TBC SO. Penegakan diagnosis dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak menggunakan alat Tes Cepat Molukuler (TCM) dan diteruskan dengan pemeriksaan Uji Kepekaan Obat jika terbukti TBC RO. Tatalaksana pengobatan yang diberikan bagi pasien TBC RO tergantung dengan tipe resistansinya. Sama halnya dengan TBC SO, TBC RO juga menjadi perhatian khusus bagi orang dengan infeksi HIV atau kondisi lain yang dapat melemahkan sistem kekebalan. Untuk pasien TBC RO dengan penyakit penyerta, maka tatalaksana menjadi lebih kompleks dan risiko kematian yang lebih tinggi jika tidak segera diobati dengan tatalaksana pengobatan yang tepat. 

Pencegahan dan Pengobatan TBC Resistan Obat

Salah satu penyebab utama terjadinya TBC RO adalah tidak tuntas atau teraturnya pengobatan TBC. Langkah penting yang dapat dilakukan untuk mencegahnya adalah dengan melakukan pengobatan TBC secara tuntas sesuai standar layanan TBC. Apabila pasien mengalami kesulitan dan kendala dalam menjalani pengobatan sebaiknya segera mengkomunikasikan secara langsung kepada petugas yang mendampingi agar mendapat dukungan pendampingan. Cara lain untuk mencegah terjadinya penyebaran TBC RO adalah dengan menghindari pajanan dari pasien TBC RO, misalnya dengan penggunaan masker dan memperhatikan etiket batuk.

Pengobatan TBC RO memerlukan waktu lebih panjang, yaitu minimal 9 bulandan bisa sampai 24 bulan dengan follow up yang ketat dari tenaga medis untuk menilai perkembangan pengobatan pasien Saat ini ada sebuah terobosan baru untuk pengobatan TBC RO obat yang telah ditemukan melalui serangkaian penelitian, yatu Nix-TB. Terkait terobosan baru ini dapat disimak pada artikel kami di https://yki4tbc.org/news-default/169-terobosan-baru-pengobatan-tuberkulosis-resistan-obat.html.

  

Sumber:
https://www.cdc.gov/tb/topic/drtb/default.htm
https://hellosehat.com/pernapasan/batuk/faktor-risiko-pengobatan-tb-mdr/
Global TB Report 2019. https://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. Accessed in November 26th 2019.

 

Editor: Melya Findi, Melinda Soemarno
Gambar: Amadeus Rembrandt